Jumat, 23 April 2010

Status Rusa di Indonesia

Sejak jaman penjajahan Belanda, hampir seluruh jenis rusa asli Indonesia telah dilindngi oleh ordonasi dan Undang-undang Perlindungan Satwa liar no. 134 dan 266 Tahun 1931, dari segala bentuk pemburuan, penangkapan dan pemilikan. Hanya Rusa Bawean (Axis Kuhli) yang saat itu belum dilindungi. Dari zaman republik, perlindungan terhadap jenis Rusa di Indonesia diperkuat lagi lewat Peraturan Pemerintah no.7 tahun 1999 dan mencakup pada semua jenis rusa.

Sedangkan pada tingkat internasional, khusus pada rusa Bawean, jenis ini juga tercatat dalam UICN (International Union for Concervation of Nature and Cultural Resource) dengan kategori Endangered, Kelompok D1, yaitu jumlah individu dewasa diyakini kurang dari 250 ekor. Sebagai akibat dari masuknya rusa ini ke dalam kelompok perlindungan tinggi, maka dalam organisasi pemantau perdagangan hidupan liar dunia, CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Flora and Fauna), rusa Bawean termasuk satwa yang berada dalam Appendix I. ini berarti bahwa pada setiap bentuk pemanfaatan yang akan dilakukan perlu mendapatkan pertimbangan keilmiahan yang sangat mendalam dari instansi pemerintah yang ditunjuk (Puslit Biologi LIPI, untuk Indonesia) dan pemanfaatannya hanya boleh dilakukan pada turunan hasil penangkaran.

Berkaitan dengan satwa rusa sebagai jenis satwa liar yang dilindungi yang akan dimanfaatkan, bentuk penangkaran merupakan awal dari usaha pemanfaatan secara menyeluruh, sebelum mulai berkembang lebih lanjut mengarah ke pendekatan ilmu peternakan, agar dapat dikembangkan seperti yang dilakukan di luar negeri. Dalam PP 8/1999 ini, pengertian penangkaran adalah upaya perbanyakan melalui pengembangbiakan dan pembesaran dengan tetap memperhatikan kemurnian jenisnya. Namun sesuai dengan sifatnya sebagai satwa perdagangan, program perkawinan silang antar jenis dimungkinkan untuk dilakukan tetapi setelah generasi ke dua pada jenis satwa yang dilindungi(Pasal 13 ayat 1). sedangkan hasil tangkaran yang mulai dapat diperdagangkan adalah mulai dari turunan ke dua (Generasi ke dua, F2) dan berikutnya (pasal 11 ayat 1).

Untuk indukan yang pertama kali masuk ke penangkaran baik yang diperoleh dari alam atau dari sumber lain yang tidak diketahui asal usulnya, dikenal dengan sebutan sebagai generasi ke nol (F0). selanjutnya turunan dari generasi F0 yang lahir di penangkaran disebut dengan generasi ke 1 (F1), dan turunan dari perkawinan antara F1 dengan F1 atau F1 dengan F0 dikategorikan sebagai generasi ke dua (F2). Apabila dari turunan F2 atau berikutnya ada yang dikawin silangkan ke tetuanya (baik F0 ataupun F1) maka turunannya dikategorikan sebagai F1 kembali.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar